RAHASIA YANG TERINDAH
RAHASIA YANG TERINDAH
Bukan manusia jika sepanjang umur seseorang tidak pernah merenungkan tentang dirinya, yaitu darimanakah dia, mau kemana, lalau bagaimana kesudahannya? Apa yang bakal terjadi sesudah mati? Apakah segala sesuatu akan berakhir menjadi tanah? Apakah diri hanya sebagai sebuah permainan? Ataukah semua itu merupakan rangkaian sebuah episode yang terjalin dalam sebuah kisah? Sudah adakah kita sebelum di lahirkan? Siapa sebenarnya diri?Hikmah apa yang terkandung dalam wujud ini? Seorang dirikah aku dalam mengembara di alam wujud ini? Seorang dirikah aku dalam mengembara dalam wujud ini? Atau benarkah ada di sana yang selalu melihatku, memelihara, dan memperhatikan keadaan diri?
Bukan manusia bila seseorang tidak pernah memperhatikan dan tidak pernah berupaya untuk memechkan misteri ini, kemudian menjawab semua pertanyaan dan menganalisanya dengan antusiasme dan atau mendengarkan atau belajar serta menganalisanya atas semua pertanyaan tersebut, persoalannya bukan karena sok berfilsafat, tapai masalah ini memang komplek dan semuanya selalu bermuara dan berporoskan pada masalah ini, jangan hanya sibuk dengan urusan perut, syahwat yang semua itu hanya kelezatan sementara belaka kemudian berpaling dari persoalan yang agung ini, jika sedemikian maka amat jauhlah mereka ini dari rasa kemanusiaan dan merupakan sikap yang nista.
Semua pasti pernah mendengar perkataan salah seorang sambil memalingkan muka dan berkata,”Ah, itu adalah persoalan yang tak perlu di bahas.” Berarti ini adalah seseorang yang hanya abdi perut, mereka ini memimpin orang dengan simbol kelaparan, menggerakkan dengan stimulus kedengkian dan beriringan dengan memperturutkan hawa dan nafsu, persisi seperti hewan-hewan gembalaan, wawasan berpikir hanya sebatas sejengkal ukuran perut, betapa jauh dari potret kehidupan yang sesungguhnya.
Di sini hendaknya fitrah yang suci bersih sebersih udara yang bebas lepas, dengan sekilas pandang telah menemukan eksistensi hikmah dan tatanan yang rapi, jangan dengan spontan ia mengingkari wujud penciptaan sebagai suatu mainan dan diri beroleh petunjuk kearah hakikat yang sebenarnya.
Dan di sana, ada fitrah yang hitam legam karena asap, tuli lantaran gemuruhnya mesin-mesin dan terbakar oleh jeritan naluri hewani, hingga hanya sibuk dengan tuntutan yang hanya bersifat segera dan semua sirna terlupakan apabila mati.
Allah berfirman : “Sesungguhnya mereka menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan hari yang berat (hari akhirat).” (Q.S. 76 : 27). Semestinya hendaknya perjalanan menuju pendalaman rahasia kehidupan ini di upayakan agar jelas untuk bekal secara individu guna menghadap Allah kelak, hendaklah tidak pernah merasa puas hanya dengan percaya kepada Tuhan secara kasar luar saja dan mengaku bahwa Tuhan itu ada saja, mari berkeinginan untuk mengetahui hakikat Tuhan dan menyingkapkan semua rahasia-Nya, seperti apa Dia? Kenapa Dia menciptakan makhluk? Apa kaitan antara Allah dengan makhluk-Nya dan antara hamba dengan Tuhannya? Apa pertalian antara yang banyak dengan yang satu, bagaimana yang banyak itu bisa ada dari yang satu? Apakah hubungan Allah dengan nama-nama-Nya?
Tema ini merujuk kepada pendapat para arifin dan para awliya’ yang besar kewaliannya, mereka adalah ahlul kasyaf dan ahlul ‘ifath yang tidak di ragukan lagi kejujuran kata-katanya, kemapanan ilmunya dan kealimannya, seperti Ibnu Arabi, Al-Ghazali, An-Nifari, Abu Yazid Busthami, Al-Jailani, Ibnu Al-Faridh dan lain-lain, sekarang kita terhimpun dengan pendapat para ahli Allah yang telah terbuka hatinya untuk memahami rahasia-rahasia ketuhanan, dalam tema ini kita tidak lagi bersama orang-orang yang keras kepala dan sombong dan yang juga ahli dalam bidang perbalahan (perdebatan/pertengkaran) dan penyanggah semua hujjah dengan merasa diri paling benar, kita tidak mengacu pada perbalahan, kita mengacu pada konsep pegangan prinsip tasawuf seperti yang salah satunya di katan Ibnu Arabi bahwa ilmu tasawuf tidak ada pertentangan bagi yang mau untuk memahaminya, artinya tidak menentang pendapat orang lain dan tidak pula memaksanya untuk tunduk pada dan atau melalui perbalahan.
Dalam hal ini Ibnu Arabi berkata : “Saya belum pernah menentang pendapat orang lain, setiap kelainan yang timbul dariku adalah sutau pelajaran yang baru dan bukan pertentangan, karena aku merasa diriku belum pernah merasa ada dalam tekanan keperkasaan Tuhan dan tidak pernah pula berada dalam kekuasaan hukum-Nya.” Artinya tidak pernah merasa ada tekanan dan hanya tahu kewajiban untuk mengetahui, mempelajari dan memahami akan rahasia-rahasia Allah semata.
Allah berfirman : “Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapatkan petunjuk.” (Q.S. 2 : 272). “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang di kehendaki-Nya.” (Q.S. 28 : 56). “Kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepada hari berbangkit.” (Q.S. 79 : 45). “Kewajiban Rasul tidak lain hanya menyampaikan.” (Q.S. 5 : 59). “Jagalah dirimu, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.” (Q.S. 5 : 105). Orang yang berjalan bersama-sama melalui cara tasawuf tentu saja akan menjumpai bahwa perjalanan ini amat berat dan lebih sulit daripada menjalani pemahaman apa adanya saja, jalur ini teramat penuh dan sarat dengan misteri, hingga terkadang sangat sulit untuk memahaminya atau bahkan tidak bisa sama sekali dan berakhir dengan mengundurkan diri.
Kita memang ingin melampaui cakrawala langit dan bumi, menembus ruang dan waktu untuk meraba hakikat yang mutlak (Allah), saat itu kata-kata tidak bisa lagi mengungkapkan dan tak menemukan kata-kata atau kalimat yang sesuai untuk menjabarkannya lantara berada di luar kemampuan huruf untuk mengungkapkan makna-makna yang ada dan di temui dalam menyelami ma’rifat illahiyah.
Imam Abu 'I'Adzaim berkata : “Sesungguhnya kalimat atau ibarat itu tidak akan cukup untuk menjelaskan sekelumit saja dari perkataan para auliya.” Begitulah, karena sesungguhnya hal itu merupakan nur-nur dan isyarat-isyarat Illahi, sedangkan jiwa hanya bisa mengecap makna sesuai dengan kemampuan yang telah di anugerahkan Aallah kepada hamba-Nya. Kalimat tidak akan bisa mengungkapkan hakikat Allah yang sebenarnya, andaikan bisa tentu saja di bumi ini tidak akan ada orang yang kafir, karena kalimat adalah hijab dan hurufpun adalah hijab.
Allah tidak akan menampakkan Dzat-Nya dalam bentuk yang sama di hadapan dua orang yang sedang kasyaf dan tidak pula dalam bentuk yang sama pada kasyaf berikutnya pada masing-masing atau setiap hamba, Dia menampakkan Dzat-Nya dalam bentuk yang tidak ada misal atau bentuk rupa dan contohnya serta ada kemiripan dengan yang lain, karena itulah maka ikhwalnya mustahil di ungkapkan, karena sifat Allah adalah : “Tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya." : (Q.S. 42 : 11). Lantaran tidak ada yang menyamai-Nya maka mustahil ada istilah-istilah yang mengungkapkan-Nya dan mustahil pula menjabarkan persoalan ini dengan apa adanya, itulah berkesimpulan yang di maksud dengan tidak ada kata, huruf atau sesuatu apapun yang bisa menjelaskan dan mengungkapkan-Nya.
Allah Maha Agung, Dia bukan seperti jalan atau pintu yang bisa dengan mudah di lalui oleh setiap hamba, tetapi sebaliknya Dialah yang mendatangi satu persatu dengan dasar terlebih dahulu di datangi, di antara sifat-sifat Allah adalah Maha Perkasa dan maha Pencegah, Dia tidak mengizinkan rahasia-rahasia-Nya di tampakkan kecuali kepada orang yang benar-benar berhak menerimanya, karena itu Dia bukan merupakan layaknya jalan atau pintu yang bisa di tempu dengan mudah oleh para hamba.
Rasulullah Saw bersabda : “Jangan engkau lemparkan mutiara-mutiara hikmah di hadapan babi-babi, maka berarti engkau telah berbuat dzalim kepadanya dan jangan engkau menghalanginya dari orang yang berhak menerimanya, maka engkau menghalanginya dari orang yang berhak menerimanya, maka engkau telah berbuat dzalim kepada mereka.” Ilmu di katakan dengan ilmu yang langka dalam bidang religius, barangsiapa yang terhalang dalam mengamalkannya, maka hanya memang sampai di situlah pemahamannya, pada buku-buku para pembaca hanya mampu memahami kalimat-kalimatnya sesuai dengan kadar kemampuan dan pengetahuannya, apa yang di ekspresikan oleh para kaum sufi adalah pada hakikatnya merupakan hasil penginderaan terhadap sesuatu yang tak bisa di ekspresikan dengan kata-kata, karena itu pengungkapannya sarat dengan isyarat dan teka teki yang tidak berkesudahan, sebaliknya barangsiapa di anugerahi Allah daya penginderaan yang tajam, maka ia akan berhasil menangkap isyarat tersebut.
Dan barangsiapa tidak di anugerahi dzauq (indera ruhaniyah), maka jangan harap bisa menangkap isyarat tersebut, malahan permasalahannya akan bertambah dengan isyarat misteri, hingga akhirnya keringlah semua tinta dan lembaran-lembaranpun di tutup, namun terlepas dari semua itu, semua hamba wajib untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya, sehingga segala daya dan upaya itu ada beroleh karunia, hidayah dan taufik-Nya. Wallahu’alam bissawab.
Posting Komentar untuk "RAHASIA YANG TERINDAH"
Terimakasih atas kunjungan anda...