Orang Terakhir Masuk Syurga
Setelah orang beriman menjalani penyucian imannya di neraka, karena sebelum itu mereka tidak sempat mensucikannya di dunia, selanjutnya sesuai dengan lamanya masa penyucian yang dia butuhkan sampai iman itu benar-benar murni seperti emas 24 karat, akhirnya orang tersebut dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan ke syurga untuk selama-lamanya.
Oleh karena itu, lama tidaknya orang beriman menghuni neraka, bergantung besar kecilnya kotoran yang mencemari iman tersebut, hadits Nabi Saw di bawah ini mengetengahkan gambaran orang yang terakhir dikeluarkan dari neraka untuk kemudian menjadi orang terakhir dimasukkan ke syurga.
Meskipun mereka adalah orang terakhir keluar dari neraka, ternyata di dalam syurga itu mendapatkan tempat tinggal yang luasnya sepuluh kali lipat luas dunia, itulah gambaran orang yang matinya membawa iman yang tipis, yaitu iman yang penuh dengan keraguan, seandainya mereka bukan orang beriman, barangkali selamanya tidak akan pernah dikeluarkan lagi dari neraka.
Sebabnya, karena orang yang kafir itu selama hidupnya terlebih dahulu tidak percaya dengan adanya kenikmatan disyurga, sehingga selama hidupnya pula mereka hanya mencari kenikmatan di dunia, keadaan keraguan hati dalam menjalani kehidupan bagi orang yang terakhir masuk syurga itu sangat jelas tergambar dalam hadits Nabi Saw berikut ini :
حَّٔؼٌُمسَؾِّٔماظؾّهٔمبِنِمعَلِعُودٕمرَضٔيَماظؾّهُمسَـِهُمضَولَم:مضَولَمرَدُولُماظؾّهٔمصَؾّىم
اظؾّهُمسَؾَقِهٔموَدَؾّمَمإِغٚيمظَلَسِؾَمُمآخَّٔمأَػِلِماظـٖورِمخُُّوجّومعٔـِفَوموَآخَّٔمأَػِلِماظْفَـٖئم
دُخُوظًوماظْفَـٖيَمرَجُلْمؼَكُِّجُمعٔنَماظـٖورِمحَؾِوّامصَقَؼُولُماظؾّهُمتَؾَورَكَموَتَعَوظَىمظَهُم
اذِػَىِمصَودِخُلِماظْفَـٖيَمصَقَلْتٔقفَومصَقُكَقٖلُمإِظَقِهٔمأَغٖفَومعَؾْلَىمصَقَِّجٔعُمصَقَؼُولُمؼَومرَبٚم
وَجَِّتُفَو معَؾْلَى مصَقَؼُولُ ماظؾّهُ متَؾَورَكَ موَتَعَوظَى مظَهُ ماذِػَىِ مصَودِخُلِ ماظْفَـٖيَ مضَولَم
صَقَلْتٔقفَومصَقُكَقٖلُمإِظَقِهٔمأَغٖفَومعَؾْلَىمصَقَِّجٔعُمصَقَؼُولُمؼَومرَبٚموَجَِّتُفَومعَؾْلَىمصَقَؼُولُم
اظؾّهُمظَهُماذِػَىِمصَودِخُلِماظْفَـٖيَمصَنِنٖمظَكَمعٔـِلَماظّٗغِقَوموَسَشََّةَمأَعِـَوظٔفَومأَوِمإِنٖمظَكَم
سَشََّةَمأَعِـَولِماظّٗغِقَومضَولَمصَقَؼُولُمأَتَلِكَُّمبٔيمأَوِمأَتَضِقَكُمبٔيموَأَغًَِماظْؿَؾٔكُمضَولَم
ظَؼَِّمرَأَؼًُِمرَدُولَماظؾّهٔمصَؾّىماظؾّهُمسَؾَقِهٔموَدَؾّمَمضَقٔكَمحَؿٖىمبََّتِمغَوَاجُّٔهُمضَولَم
صَؽَونَمؼُؼَولُمذَاكَمأَدِغَىمأَػِلِماظْفَـٖئمعَـِِّظَيًم*مم
Di riwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud Ra, ia berkata : Rasulullah Saw bersabda : "Sesungguhnya aku benar-benar tahu ahli neraka yang terakhir keluar dari sana dan ahli syurga yang terakhir masuk syurga, yaitu orang yang keluar dari neraka dengan merangkak lalu Allah berfirman kepadanya: "Pergilah, masuklah ke syurga, maka dia pun mendatangi syurga, namun terlintas di fikirannya bahwa syurga sudah penuh, oleh karena itu dia kembali dan berkata: "Wahai Tuhanku, aku telah datang di syurga namun sudah penuh."
Allah berfirman: "Pergilah, masuklah ke dalam syurga, maka dia pun mendatangi syurga, tetapi terlintas didalam fikirannya bahwa syurga sudah penuh lalu kembali lagi dan berkata: "Wahai Tuhanku, aku telah datang ke syurga tapi sudah penuh."
Allah berfirman: "Pergilah, masuklah ke dalam syurga, karena sesungguhnya telah tersedia untukmu seperti dunia dan sepuluh kali lipatnya atau sesungguhnya syurga itu bagimu sepuluh kali lipat dunia.
Lelaki itu berkata: "Adakah Engkau mengejekku atau mempermainkan aku, karena Engkau adalah Maharaja?
Maka Abdullah bin Masud Ra, ia berkata: "Aku benar-benar melihat Rasulullah Saw tertawa sehingga nampak gigi geraham baginda dan dikatakan: "Itulah Ahli Syurga yang paling rendah kedudukannya." (H.R. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad ibnu Hambal).
Ketika golongan terakhir itu sudah saatnya harus keluar dari neraka, mereka keluar dengan merangkak sehingga dengan merangkak pula mereka menuju syurga.
Itu merupakan gambaran orang yang suka menunda berbuat taubat kepada Allah dan enggan melaksanakan kebajikan, oleh karena didunia terlebih dahulu mereka menjauhi keburukan dan mendatangi kebaikan dengan semaunya sendiri bukan sekemampuannya sehingga perjalanan ibadah itu berjalan dengan pelan seperti orang merangkak, maka di akhirat, mereka dilepaskan dari neraka dan dimasukkan ke syurga dengan merangkak pula.
Selanjutnya, setelah Allah menyuruh mereka memasuki syurga, dengan anugerah besar yang sudah berada di depan mata itupun hati mereka masih penuh diliputi dengan keraguan.
Ketidakpercayaannya mempengaruhi jalan pikir sehingga terlintas dalam hati mereka, bahwa sepertinya surga sudah penuh, akhirnya mereka tidak segera masuk bahkan kembali ketempatnya semula dengan merangkak dan tidak percaya kepada Allah.
Hal seperti itu bahkan sampai terulang tiga kali, itulah gambaran hati kebanyakan manusia dewasa ini, seringkali orang yang hatinya sudah iman terhadap jalan kebajikan yang sudah di depan mata, seperti majelis-majelis taklim dan dzikir yang dilaksanakan oleh para ulama ahlinya misalnya, bahkan teman-temannya seiman sudah banyak mengikuti jalan kebajikan itu, tapi dirinya masih saja enggan berangkat dengan alasan yang direka-reka, tidak mudah percaya kepada para ulama didatangkan untuk membawa berkah untuk dirinya dan terlalu banyak pertimbangan yang tidak berdasarkan ilmu agama yang benar, sehingga bibit keimanan yang semestinya mau tumbuh itu menjadi layu dan mati ditengah jalan, akibatnya kemauan baik itupun menjadi selalu tertunda pelaksanaannya, padahal yang demikian itu semata, karena adanya keraguan yang sengaja dipelihara di dalam hatinya sendiri.
Keraguan hati itu memang pasti ada, karena itu adalah bagian sifat basyariyah dan kendala yang harus dilalui oleh orang beriman dalam melaksanakan perintah agama, dengan berlomba di dalam kebajikan, terlebih jalan kebajikan yang sudah diimani, akan mengusir keraguan hati yang seringkali memang menyertai jalan hidup manusia.
Memerangi keraguan itu juga termasuk mujahadah di jalan Allah, bahkan mujahadah yang utama, karena dengan itu berarti orang telah mengalahkan musuh utamanya, yaitu nafsu yang ada di dalam rongga lambungnya sendiri, keraguan itu bahkan dapat menghilangkan kepercayaan terhadap kebaikan orang lain kepada dirinya.
Bahkan orang yang telah berbuat baik itu dianggap mengejek dan mempermainkan dirinya, demikian itu karena kebanyakan manusia memang sukanya mengukur orang lain dengan kebiasaan buruknya sendiri.
Oleh karena mereka tidak pernah berbuat baik kepada orang lain, maka ketika ada orang lain berbuat baik kepada dirinya, kebaikan itu malah dianggap tidak masuk akal sehingga orang tersebut dicurigai mengejek dan mempermainkan dirinya.
Seperti itulah gambaran orang yang hatinya suka ragu akan kebaikan yang datang, meskipun ketika surga sudah berada di ambang mata, dengan kebaikan besar yang luasnya sepuluh kali lipat luas dunia itu, tetap saja Allah dicurigai dan dianggap mempermainkan dirinya.
Sering kita jumpai di dalam kehidupan, orang yang ingin berbuat baik kepada orang lain ternyata jauh lebih sulit diterima orang daripada orang berbuat jahat.
Contohnya, teman-teman seiman yang sering mengadakan perjalanan suci antara masjid yang satu kepada masjid yang lain, mereka bermukim sementara di dalam masjid itu sekedar untuk melatih iman dan melaksanakan mujahadah di jalan Allah.
Di Masjid yang mereka singgahi itu, mereka mengajak umat sekitarnya untuk mendatangi panggilan Allah, dari pintu ke pintu mereka tidak segan-segan mengetok hati penghuninya untuk mendatangi masjid yang dibangunnya sendiri itu, supaya masyarakat disitu tidak hanya sekedar pandai membangun masjid tapi juga memakmurkannya.
Padalah mereka hanya mengajak shalat, bukan ibadah yang lain, dalam arti ritual ibadah yang semua orang sudah memahaminya tidak seperti dzikir-dzikir khusus yang tidak semua orang pasti mengenali.
Mereka mau menjadi makmum dari iman yang biasanya mengimami shalat di masjid itu, tidak harus menjadi imam, sehingga kesannya menjadi exlusif, adakah ajakan yang lebih baik dari itu? Mengajak orang menempuh jalan syurga yang mereka persiapkan sendiri.
Namun apa yang terjadi, di mana-mana mereka malah dicurigai, bahkan kerapkali dilaporkan kepada aparat setempat dan diusir dari tempat berteduh sementara itu dan ternyata mereka juga menerima dengan ihlas hati atas perlakuan jelek yang mereka terima.
Apabila kita mau berfikir dengan sehat, apa yang patut dicurigai dari mereka, apakah sekedar karena kebanyakan mereka berjenggot padahal masyarakat umum tidak? Mengapa hal yang sepele itu mampu menjadikan orang menolak kebaikan yang didatangkan Allah untuk dirinya sendiri.
Padahal mereka tidak pernah meminta kepada lingkungan itu, baik uang maupun makanan kecuali hanya satu, yaitu bagaimana masyarakat yang mereka singgahi itu mampu memanfaatkan kesempatan hidupnya sendiri untuk meraih surga yang jalannya sudah tersedia di depan mata mereka.
Itulah sekilas bagian hidup yang dapat kita lihat sehari-hari di tengah masyarakat kita, orang-orang yang berbuat baik itu ditolak mentah-mentah dan disingkirkan, barangkali karena sebagian manusia seringkali ragu dengan kebaikan yang didatangkan untuk dirinya sendiri, maka terhadap syurga yang telah didatangkan Allah di depan mata saja dihindari.
Namun oleh karena di akhirat hanya terdapat dua tempat yang berbeda, maka setelah orang keluar dari neraka tidak ada tempat lagi kecuali syurga, meski cara masuk syurga itu juga harus dipaksa dengan merangkak tertatih tatih.
Terlebih ketika yang datang itu adalah kyai baru, meski kyai baru itu adalah anak turun warga setempat yang pulang berguru dipondok pesantren yang mereka tekuni bertahun-tahun, seringkali bahkan kyai lama segera pasang badan, habis-habisan mereka berusaha mengusir pendatang baru itu meski dengan fitnah murahan meski orang baru itu adalah keponakan sendiri dan bahkan anak saudara seperguruan.
Tidak henti-hentinya orang lama itu mempengaruhi orang awam dengan mengatakan bahwa ajaran yang dibawa orang baru itu sempalan misalnya, bahkan apa saja yang diperbuat orang baru itu dianggap salah, demikianlah yang banyak terjadi disekitar kita dan bahkan sudah menjadi tradisi turun temurun terlebih di kampung-kampung desa.
Maka akhirnya potensi baru itu tidak berkembang dan tersingkirkan, kalau tidak terkucilkan, karena kyai lama mampu mendapat dukungan dari banyak orang atau boleh jadi kyai baru itu dengan dukungan orang-orang yang tidak senang kepada kyai lama mendirikan masjid baru, tentunya dengan alasan kebaikan, namun akibatnya, dengan dua masjid itu, bukannya menjadi pemersatu umat, tapi malah ajang perpecahan antara orang beriman.
Dengan dua masjid itu, mereka masing-masing mempunyai markas, namun bukannya untuk berlomba di dalam kebajikan, tapi malah di dalam kejahatan, yaitu ketika terjadi saling bersaing dan berebut kekuasaan dengan tidak sehat, padahal yang saling diperebutkan adalah satu kelompok umat yang semestinya membutuhkan bimbingan.
Inipun adalah contoh yang mudah kita temukan di masyarakat kita, maka benar kata Nabi Saw, bahwa islam boleh jadi tenggelam akibat perbuatan orang Islam sendiri, walhasil keanekaragaman karakteristis manusia di hari akhirat yang disinyalir baik melalui ayat Al-Qur‘an maupun hadits Nabi, sejatinya adalah peringatan dan rambu-rambu jalan bagi umat manusia di dunia.
Dalam arti apa saja yang diperbuat manusia di dunia, baik kebajikan maupun kejahatannya, di akhirat kelak mereka akan menemukan kembali perbuatan itu, tentunya dengan kondisi yang berbeda, karena di dunia hanya sementara sedangkan di akhirat selamanya, namun demikian hanya orang-orang yang beriman yang akan mampu mengambil kemanfaatan dari sinyalemen yang didatangkan untuk dirinya: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfa`at bagi orang-orang yang beriman.”(Q.S. Adz-Dzariaat : 55).
Oleh karena itu, lama tidaknya orang beriman menghuni neraka, bergantung besar kecilnya kotoran yang mencemari iman tersebut, hadits Nabi Saw di bawah ini mengetengahkan gambaran orang yang terakhir dikeluarkan dari neraka untuk kemudian menjadi orang terakhir dimasukkan ke syurga.
Meskipun mereka adalah orang terakhir keluar dari neraka, ternyata di dalam syurga itu mendapatkan tempat tinggal yang luasnya sepuluh kali lipat luas dunia, itulah gambaran orang yang matinya membawa iman yang tipis, yaitu iman yang penuh dengan keraguan, seandainya mereka bukan orang beriman, barangkali selamanya tidak akan pernah dikeluarkan lagi dari neraka.
Sebabnya, karena orang yang kafir itu selama hidupnya terlebih dahulu tidak percaya dengan adanya kenikmatan disyurga, sehingga selama hidupnya pula mereka hanya mencari kenikmatan di dunia, keadaan keraguan hati dalam menjalani kehidupan bagi orang yang terakhir masuk syurga itu sangat jelas tergambar dalam hadits Nabi Saw berikut ini :
حَّٔؼٌُمسَؾِّٔماظؾّهٔمبِنِمعَلِعُودٕمرَضٔيَماظؾّهُمسَـِهُمضَولَم:مضَولَمرَدُولُماظؾّهٔمصَؾّىم
اظؾّهُمسَؾَقِهٔموَدَؾّمَمإِغٚيمظَلَسِؾَمُمآخَّٔمأَػِلِماظـٖورِمخُُّوجّومعٔـِفَوموَآخَّٔمأَػِلِماظْفَـٖئم
دُخُوظًوماظْفَـٖيَمرَجُلْمؼَكُِّجُمعٔنَماظـٖورِمحَؾِوّامصَقَؼُولُماظؾّهُمتَؾَورَكَموَتَعَوظَىمظَهُم
اذِػَىِمصَودِخُلِماظْفَـٖيَمصَقَلْتٔقفَومصَقُكَقٖلُمإِظَقِهٔمأَغٖفَومعَؾْلَىمصَقَِّجٔعُمصَقَؼُولُمؼَومرَبٚم
وَجَِّتُفَو معَؾْلَى مصَقَؼُولُ ماظؾّهُ متَؾَورَكَ موَتَعَوظَى مظَهُ ماذِػَىِ مصَودِخُلِ ماظْفَـٖيَ مضَولَم
صَقَلْتٔقفَومصَقُكَقٖلُمإِظَقِهٔمأَغٖفَومعَؾْلَىمصَقَِّجٔعُمصَقَؼُولُمؼَومرَبٚموَجَِّتُفَومعَؾْلَىمصَقَؼُولُم
اظؾّهُمظَهُماذِػَىِمصَودِخُلِماظْفَـٖيَمصَنِنٖمظَكَمعٔـِلَماظّٗغِقَوموَسَشََّةَمأَعِـَوظٔفَومأَوِمإِنٖمظَكَم
سَشََّةَمأَعِـَولِماظّٗغِقَومضَولَمصَقَؼُولُمأَتَلِكَُّمبٔيمأَوِمأَتَضِقَكُمبٔيموَأَغًَِماظْؿَؾٔكُمضَولَم
ظَؼَِّمرَأَؼًُِمرَدُولَماظؾّهٔمصَؾّىماظؾّهُمسَؾَقِهٔموَدَؾّمَمضَقٔكَمحَؿٖىمبََّتِمغَوَاجُّٔهُمضَولَم
صَؽَونَمؼُؼَولُمذَاكَمأَدِغَىمأَػِلِماظْفَـٖئمعَـِِّظَيًم*مم
Di riwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud Ra, ia berkata : Rasulullah Saw bersabda : "Sesungguhnya aku benar-benar tahu ahli neraka yang terakhir keluar dari sana dan ahli syurga yang terakhir masuk syurga, yaitu orang yang keluar dari neraka dengan merangkak lalu Allah berfirman kepadanya: "Pergilah, masuklah ke syurga, maka dia pun mendatangi syurga, namun terlintas di fikirannya bahwa syurga sudah penuh, oleh karena itu dia kembali dan berkata: "Wahai Tuhanku, aku telah datang di syurga namun sudah penuh."
Allah berfirman: "Pergilah, masuklah ke dalam syurga, maka dia pun mendatangi syurga, tetapi terlintas didalam fikirannya bahwa syurga sudah penuh lalu kembali lagi dan berkata: "Wahai Tuhanku, aku telah datang ke syurga tapi sudah penuh."
Allah berfirman: "Pergilah, masuklah ke dalam syurga, karena sesungguhnya telah tersedia untukmu seperti dunia dan sepuluh kali lipatnya atau sesungguhnya syurga itu bagimu sepuluh kali lipat dunia.
Lelaki itu berkata: "Adakah Engkau mengejekku atau mempermainkan aku, karena Engkau adalah Maharaja?
Maka Abdullah bin Masud Ra, ia berkata: "Aku benar-benar melihat Rasulullah Saw tertawa sehingga nampak gigi geraham baginda dan dikatakan: "Itulah Ahli Syurga yang paling rendah kedudukannya." (H.R. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad ibnu Hambal).
Ketika golongan terakhir itu sudah saatnya harus keluar dari neraka, mereka keluar dengan merangkak sehingga dengan merangkak pula mereka menuju syurga.
Itu merupakan gambaran orang yang suka menunda berbuat taubat kepada Allah dan enggan melaksanakan kebajikan, oleh karena didunia terlebih dahulu mereka menjauhi keburukan dan mendatangi kebaikan dengan semaunya sendiri bukan sekemampuannya sehingga perjalanan ibadah itu berjalan dengan pelan seperti orang merangkak, maka di akhirat, mereka dilepaskan dari neraka dan dimasukkan ke syurga dengan merangkak pula.
Selanjutnya, setelah Allah menyuruh mereka memasuki syurga, dengan anugerah besar yang sudah berada di depan mata itupun hati mereka masih penuh diliputi dengan keraguan.
Ketidakpercayaannya mempengaruhi jalan pikir sehingga terlintas dalam hati mereka, bahwa sepertinya surga sudah penuh, akhirnya mereka tidak segera masuk bahkan kembali ketempatnya semula dengan merangkak dan tidak percaya kepada Allah.
Hal seperti itu bahkan sampai terulang tiga kali, itulah gambaran hati kebanyakan manusia dewasa ini, seringkali orang yang hatinya sudah iman terhadap jalan kebajikan yang sudah di depan mata, seperti majelis-majelis taklim dan dzikir yang dilaksanakan oleh para ulama ahlinya misalnya, bahkan teman-temannya seiman sudah banyak mengikuti jalan kebajikan itu, tapi dirinya masih saja enggan berangkat dengan alasan yang direka-reka, tidak mudah percaya kepada para ulama didatangkan untuk membawa berkah untuk dirinya dan terlalu banyak pertimbangan yang tidak berdasarkan ilmu agama yang benar, sehingga bibit keimanan yang semestinya mau tumbuh itu menjadi layu dan mati ditengah jalan, akibatnya kemauan baik itupun menjadi selalu tertunda pelaksanaannya, padahal yang demikian itu semata, karena adanya keraguan yang sengaja dipelihara di dalam hatinya sendiri.
Keraguan hati itu memang pasti ada, karena itu adalah bagian sifat basyariyah dan kendala yang harus dilalui oleh orang beriman dalam melaksanakan perintah agama, dengan berlomba di dalam kebajikan, terlebih jalan kebajikan yang sudah diimani, akan mengusir keraguan hati yang seringkali memang menyertai jalan hidup manusia.
Memerangi keraguan itu juga termasuk mujahadah di jalan Allah, bahkan mujahadah yang utama, karena dengan itu berarti orang telah mengalahkan musuh utamanya, yaitu nafsu yang ada di dalam rongga lambungnya sendiri, keraguan itu bahkan dapat menghilangkan kepercayaan terhadap kebaikan orang lain kepada dirinya.
Bahkan orang yang telah berbuat baik itu dianggap mengejek dan mempermainkan dirinya, demikian itu karena kebanyakan manusia memang sukanya mengukur orang lain dengan kebiasaan buruknya sendiri.
Oleh karena mereka tidak pernah berbuat baik kepada orang lain, maka ketika ada orang lain berbuat baik kepada dirinya, kebaikan itu malah dianggap tidak masuk akal sehingga orang tersebut dicurigai mengejek dan mempermainkan dirinya.
Seperti itulah gambaran orang yang hatinya suka ragu akan kebaikan yang datang, meskipun ketika surga sudah berada di ambang mata, dengan kebaikan besar yang luasnya sepuluh kali lipat luas dunia itu, tetap saja Allah dicurigai dan dianggap mempermainkan dirinya.
Sering kita jumpai di dalam kehidupan, orang yang ingin berbuat baik kepada orang lain ternyata jauh lebih sulit diterima orang daripada orang berbuat jahat.
Contohnya, teman-teman seiman yang sering mengadakan perjalanan suci antara masjid yang satu kepada masjid yang lain, mereka bermukim sementara di dalam masjid itu sekedar untuk melatih iman dan melaksanakan mujahadah di jalan Allah.
Di Masjid yang mereka singgahi itu, mereka mengajak umat sekitarnya untuk mendatangi panggilan Allah, dari pintu ke pintu mereka tidak segan-segan mengetok hati penghuninya untuk mendatangi masjid yang dibangunnya sendiri itu, supaya masyarakat disitu tidak hanya sekedar pandai membangun masjid tapi juga memakmurkannya.
Padalah mereka hanya mengajak shalat, bukan ibadah yang lain, dalam arti ritual ibadah yang semua orang sudah memahaminya tidak seperti dzikir-dzikir khusus yang tidak semua orang pasti mengenali.
Mereka mau menjadi makmum dari iman yang biasanya mengimami shalat di masjid itu, tidak harus menjadi imam, sehingga kesannya menjadi exlusif, adakah ajakan yang lebih baik dari itu? Mengajak orang menempuh jalan syurga yang mereka persiapkan sendiri.
Namun apa yang terjadi, di mana-mana mereka malah dicurigai, bahkan kerapkali dilaporkan kepada aparat setempat dan diusir dari tempat berteduh sementara itu dan ternyata mereka juga menerima dengan ihlas hati atas perlakuan jelek yang mereka terima.
Apabila kita mau berfikir dengan sehat, apa yang patut dicurigai dari mereka, apakah sekedar karena kebanyakan mereka berjenggot padahal masyarakat umum tidak? Mengapa hal yang sepele itu mampu menjadikan orang menolak kebaikan yang didatangkan Allah untuk dirinya sendiri.
Padahal mereka tidak pernah meminta kepada lingkungan itu, baik uang maupun makanan kecuali hanya satu, yaitu bagaimana masyarakat yang mereka singgahi itu mampu memanfaatkan kesempatan hidupnya sendiri untuk meraih surga yang jalannya sudah tersedia di depan mata mereka.
Itulah sekilas bagian hidup yang dapat kita lihat sehari-hari di tengah masyarakat kita, orang-orang yang berbuat baik itu ditolak mentah-mentah dan disingkirkan, barangkali karena sebagian manusia seringkali ragu dengan kebaikan yang didatangkan untuk dirinya sendiri, maka terhadap syurga yang telah didatangkan Allah di depan mata saja dihindari.
Namun oleh karena di akhirat hanya terdapat dua tempat yang berbeda, maka setelah orang keluar dari neraka tidak ada tempat lagi kecuali syurga, meski cara masuk syurga itu juga harus dipaksa dengan merangkak tertatih tatih.
Terlebih ketika yang datang itu adalah kyai baru, meski kyai baru itu adalah anak turun warga setempat yang pulang berguru dipondok pesantren yang mereka tekuni bertahun-tahun, seringkali bahkan kyai lama segera pasang badan, habis-habisan mereka berusaha mengusir pendatang baru itu meski dengan fitnah murahan meski orang baru itu adalah keponakan sendiri dan bahkan anak saudara seperguruan.
Tidak henti-hentinya orang lama itu mempengaruhi orang awam dengan mengatakan bahwa ajaran yang dibawa orang baru itu sempalan misalnya, bahkan apa saja yang diperbuat orang baru itu dianggap salah, demikianlah yang banyak terjadi disekitar kita dan bahkan sudah menjadi tradisi turun temurun terlebih di kampung-kampung desa.
Maka akhirnya potensi baru itu tidak berkembang dan tersingkirkan, kalau tidak terkucilkan, karena kyai lama mampu mendapat dukungan dari banyak orang atau boleh jadi kyai baru itu dengan dukungan orang-orang yang tidak senang kepada kyai lama mendirikan masjid baru, tentunya dengan alasan kebaikan, namun akibatnya, dengan dua masjid itu, bukannya menjadi pemersatu umat, tapi malah ajang perpecahan antara orang beriman.
Dengan dua masjid itu, mereka masing-masing mempunyai markas, namun bukannya untuk berlomba di dalam kebajikan, tapi malah di dalam kejahatan, yaitu ketika terjadi saling bersaing dan berebut kekuasaan dengan tidak sehat, padahal yang saling diperebutkan adalah satu kelompok umat yang semestinya membutuhkan bimbingan.
Inipun adalah contoh yang mudah kita temukan di masyarakat kita, maka benar kata Nabi Saw, bahwa islam boleh jadi tenggelam akibat perbuatan orang Islam sendiri, walhasil keanekaragaman karakteristis manusia di hari akhirat yang disinyalir baik melalui ayat Al-Qur‘an maupun hadits Nabi, sejatinya adalah peringatan dan rambu-rambu jalan bagi umat manusia di dunia.
Dalam arti apa saja yang diperbuat manusia di dunia, baik kebajikan maupun kejahatannya, di akhirat kelak mereka akan menemukan kembali perbuatan itu, tentunya dengan kondisi yang berbeda, karena di dunia hanya sementara sedangkan di akhirat selamanya, namun demikian hanya orang-orang yang beriman yang akan mampu mengambil kemanfaatan dari sinyalemen yang didatangkan untuk dirinya: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfa`at bagi orang-orang yang beriman.”(Q.S. Adz-Dzariaat : 55).
Posting Komentar untuk "Orang Terakhir Masuk Syurga"
Terimakasih atas kunjungan anda...