Ketentuan Azaliyah
Allah berkehendak menjadikan manusia sebagai khalifah bumi dan di antara mereka adalah makhluk yang termulia, kehendak itu telah di nyatakan-Nya kepada para malaikat melalui Firman-Nya : “Bersujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis ia enggan dan takabur dan ia adalah termasuk golongan orang orang yang kafir.” (Q.S.(2) : 34).
Sejak saat itulah, selama manusia mampu memfungsikan hidupnya sebagai khalifah bumi zamannya, maka secara otomatis fungsi malaikat adalah sebagai pelayan baginya, oleh karenanya, sebelum ketetapan itu secara simbolis di tetapkan, secara simbolis pula Allah terlebih dahulu telah mengajarkan ilmu pengetahuan yang sangat luas kepada manusia sehingga manusia dapat mengalahkan malaikat dalam tingkat derajat ketinggian ilmunya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Mereka berkata : "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?". Tuhan berfirman : "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar." (Q.S. Al-Baqarah (2) : 30-31).
Khalifah Bumi pertama yang dinobatkan oleh Allah tersebut adalah manusia pertama yang di ciptakan-Nya yaitu Nabi Adam As yang sebelumnya terlebih dahulu telah di lengkapi dengan ilmu pengetahuan yang cukup luas.
Dengan itu, maka ilmu pengetahuan adalah syarat pertama dan paling utama harus di penuhi manusia manakala manusia bermaksud menyiapkan dirinya untuk memasuki peluang sebagai kandidat khalifah bumi zamannya.
Selanjutnya ketetapan itu lebih di pertegas lagi dengan janji-Nya bahwa orang-orang yang beriman dan beramal shaleh akan di jadikan-Nya sebagai khalifah bumi zamannya.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang soleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah di ridhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.” (Q.S. An-Nur (24) : 55).
Juga firman-Nya : “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang di berikan-Nya kepadamu, sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-An'am (6) : 165).
Dengan penegasan melalui ayat di atas, maka ilmu pengetahuan saja tidaklah cukup, ilmu pengetahuan itu harus disertai dengan iman dan amal shaleh agar seorang hamba dapat berpotensi memasuki sebuah “Bingkai Janji Allah”.
Di dalam bingkai janjiNya itu akan ditemui susunan bilik dan ruang yang tidak terbatas jumlahnya, berupa sistem seleksi alam yang harus mampu di lewati satu demi satu, sampai manusia benar-benar menemukan apa yang sudah di janjikan tersebut.
Allah sedikitpun tidak akan mengingkari janji-janji-Nya, namun yang lebih penting dari itu, bahwa setiap apa yang di janjikan Allah tidaklah bisa di dapatkan manusia secara cuma-cuma, melainkan dengan kemampuan membelinya, baik dengan jiwa maupun hartanya.
Allah menyatakan demikian itu dengan firman-Nya : “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka, mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur‟an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?. Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar.” (Q.S. At-Taubah (9) : 111).
Dan di tegaskan pula melalui firman-Nya : “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujaadilah (58) : 11).
Oleh karena itu, seorang hamba yang beriman tidak boleh hanya tinggal diam saja, mereka tidak boleh hanya di belenggu angan-angan panjang dan harapan besar tapi tanpa realisasi yang matang, merenungi nasib ingin menjadi jutawan tapi larinya ke dukun dan kuburan-kuburan di tengah hutan.
Mereka memang harus beribadah dan berdo‘a dengan bersungguh-sungguh, namun tidak kalah pentingnya, mereka juga harus bekerja dan berkarya, mereka harus mampu membangun tatanan kehidupan dengan segala konsekuensinya, siap menghadapi tantangan dan kompetitor hidup dengan hati riang, bahkan harus mampu menciptakan peluang dan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan.
Dengan begitu, di harapkan segala cita-cita hidupnya bisa menjadi kenyataan, namun demikian, semua itu harus di laksanakan semata sebagai perwujudan ibadah dan pengabdian hakiki kepada Allah, selanjutnya, setiap individu akan mendapatkan anugerah dari-Nya menurut kadar ukuran yang sudah di usahakan, berupa fasilitas hidup sebagai pelaksanaan janji Allah yang sedikitpun tidak akan teringkari.
Itulah hukum sebab-akibat, sebagai sunnah yang tidak ada perubahan lagi untuk selamanya, apabila sebab itu dapat di laksanakan manusia dengan sempurna maka akibatnya juga akan datang dengan sempurna.
Allah telah menyatakan hal itu dengan firman-Nya : “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah di usahakannya.” (Q.S. An-Najm : 39).
Sejak saat itulah, selama manusia mampu memfungsikan hidupnya sebagai khalifah bumi zamannya, maka secara otomatis fungsi malaikat adalah sebagai pelayan baginya, oleh karenanya, sebelum ketetapan itu secara simbolis di tetapkan, secara simbolis pula Allah terlebih dahulu telah mengajarkan ilmu pengetahuan yang sangat luas kepada manusia sehingga manusia dapat mengalahkan malaikat dalam tingkat derajat ketinggian ilmunya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Mereka berkata : "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?". Tuhan berfirman : "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar." (Q.S. Al-Baqarah (2) : 30-31).
Khalifah Bumi pertama yang dinobatkan oleh Allah tersebut adalah manusia pertama yang di ciptakan-Nya yaitu Nabi Adam As yang sebelumnya terlebih dahulu telah di lengkapi dengan ilmu pengetahuan yang cukup luas.
Dengan itu, maka ilmu pengetahuan adalah syarat pertama dan paling utama harus di penuhi manusia manakala manusia bermaksud menyiapkan dirinya untuk memasuki peluang sebagai kandidat khalifah bumi zamannya.
Selanjutnya ketetapan itu lebih di pertegas lagi dengan janji-Nya bahwa orang-orang yang beriman dan beramal shaleh akan di jadikan-Nya sebagai khalifah bumi zamannya.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang soleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah di ridhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.” (Q.S. An-Nur (24) : 55).
Juga firman-Nya : “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang di berikan-Nya kepadamu, sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-An'am (6) : 165).
Dengan penegasan melalui ayat di atas, maka ilmu pengetahuan saja tidaklah cukup, ilmu pengetahuan itu harus disertai dengan iman dan amal shaleh agar seorang hamba dapat berpotensi memasuki sebuah “Bingkai Janji Allah”.
Di dalam bingkai janjiNya itu akan ditemui susunan bilik dan ruang yang tidak terbatas jumlahnya, berupa sistem seleksi alam yang harus mampu di lewati satu demi satu, sampai manusia benar-benar menemukan apa yang sudah di janjikan tersebut.
Allah sedikitpun tidak akan mengingkari janji-janji-Nya, namun yang lebih penting dari itu, bahwa setiap apa yang di janjikan Allah tidaklah bisa di dapatkan manusia secara cuma-cuma, melainkan dengan kemampuan membelinya, baik dengan jiwa maupun hartanya.
Allah menyatakan demikian itu dengan firman-Nya : “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka, mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur‟an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?. Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar.” (Q.S. At-Taubah (9) : 111).
Dan di tegaskan pula melalui firman-Nya : “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujaadilah (58) : 11).
Oleh karena itu, seorang hamba yang beriman tidak boleh hanya tinggal diam saja, mereka tidak boleh hanya di belenggu angan-angan panjang dan harapan besar tapi tanpa realisasi yang matang, merenungi nasib ingin menjadi jutawan tapi larinya ke dukun dan kuburan-kuburan di tengah hutan.
Mereka memang harus beribadah dan berdo‘a dengan bersungguh-sungguh, namun tidak kalah pentingnya, mereka juga harus bekerja dan berkarya, mereka harus mampu membangun tatanan kehidupan dengan segala konsekuensinya, siap menghadapi tantangan dan kompetitor hidup dengan hati riang, bahkan harus mampu menciptakan peluang dan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan.
Dengan begitu, di harapkan segala cita-cita hidupnya bisa menjadi kenyataan, namun demikian, semua itu harus di laksanakan semata sebagai perwujudan ibadah dan pengabdian hakiki kepada Allah, selanjutnya, setiap individu akan mendapatkan anugerah dari-Nya menurut kadar ukuran yang sudah di usahakan, berupa fasilitas hidup sebagai pelaksanaan janji Allah yang sedikitpun tidak akan teringkari.
Itulah hukum sebab-akibat, sebagai sunnah yang tidak ada perubahan lagi untuk selamanya, apabila sebab itu dapat di laksanakan manusia dengan sempurna maka akibatnya juga akan datang dengan sempurna.
Allah telah menyatakan hal itu dengan firman-Nya : “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah di usahakannya.” (Q.S. An-Najm : 39).
Posting Komentar untuk "Ketentuan Azaliyah"
Terimakasih atas kunjungan anda...