Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

KEIMANAN DAN PENGERTIAN BERSATU DENGAN SIFAT (HULUL)

Selama manusia dan makhluk yang di ciptakan oleh Allah Swt adalah hanya untuk berbakti dan menyembah kepadaNya, kejadian manusia ini melalui beberapa tahap dan tingkatan mulai dari bayi menjadi kanak-kanak terus remaja, dewasa dan tua hingga menemui kematiannya untuk kembali padaNya dan menjalani kehidupan yang kekal kelak di akhirat melalui beberapa proses hukum berdasarkan dari perbuatan semasa di dunia baik atau buruk, jika baik maka syurga dan buruk jelas neraka perolehannya. “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Q.S Al-Mukminuun Ayat 14).

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang di beri bentuk.”(Q.S Al-Hijr Ayat 15). “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia.”(Q.S Ali Imran Ayat 59). Demikian Allah Swt menceritakan asal kejadian manusia dalam Al-Qur’an yang mana prosesnya adalah gaib dan hanyalah Allah Swt yang Maha Tahu.

Manusia di ciptakan secara sempurna sifat fisiknya lahir dan bathin, seperti pada lahir ia ciptakan bentuk dan rupa yang indah dan serba cocok fungsi dan kegunaannya, seperti ada hidung, telinga, mata, mulut, tangan, kaki dan lain sebagainya, pada bathin Allah Swt ciptakan segala sifat baik dan buruk yang mana sifat ini menempel pada bathiniah manusia, seperti sifat buruk, jahil, lali, pendusta, pemarah dan lain sebagainya, pada sifat baik seperti rendah hati, sopan, sabar dan lain sebagainya juga.

Namun kebalikannya pada manusia ada juga Allah Swt membuat bentuk rupanya dengan yang cacat, tetapi tidak mengurangi pada sifat bathiniahnya, hanya di kurangi kesempurnaannya pada lahir atau jasmaninya saja, apa sebabnya sedemikian juga hanya Allah Swt yang tahu hikmahnya.

Kedudukan manusia pada lahir dan bathin serta sifat manusia ada beberapa bagian dan tingkatan, yaitu :

1) Tingkatan Sifat Nafsu, “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Yusuf Ayat 53). Hal ini melingkupi pada semua yang baik dan buruk, yang baik adalah seperti sopan santun, akhlak budi pekerti yang baik, sedangkan buruk adalah pemarah, penipu, pendusta dan lain sebagainya, ini di kontrol dengan akal dan pikiran serta bekerja sama dengan hati untuk mengarahkannya.

2) Tingkatan Sifat Hati, “Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (Q.S Israa’ Ayat 11). “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (Q.S Yunus Ayat 12). Berfungsi sebagai penyaring akhir dari segala pemikiran yang timbul bersamaan dengan akal, baik menuju kejahatan atau maksiat maupun menuju kepada kebaikan atau taat, hal ini adalah hasil akhir dari kerjasama antara lahir dan bathin tetapi ada pihak ketiga yaitu iblis, jin dan syaithan untuk mengarahkan kepada yang buruk walaupun kelihatannya baik.

3) Tingkatan Sifat Ruh, “Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.” (Q.S Huud Ayat 9). ”Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.” (Q.S Fushilat Ayat 8), demikian sifat manusia yang merupakan penopang bagi lahir dan bathin, contoh nyata saja dengan adanya ruh maka lahir dan bathin seseorang manusia dapat hidup, suasana ruh pada manusia sangat gaib dan serba samar keberadaannya, karena kinerja pada setiap perbuatan manusia terdiri dari kerjasamanya empat macam ini, yaitu akal, pikiran, hati dan ruh, hasilnya baik atau buruk adalah tergantung kepada usaha atau ikhtiar seseorang manusia dalam berpikir sebelum melakukan sesuatu, apapun itu termasuk melakukan ibadah kepada Allah Swt.

4) Tingkatan Sifat Ketuhanan, (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S Al-Baqarag Ayat 112), (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kakimu.” (Q.S Al-Anfal Ayat 11), dalam arti kata bukan berarti sama dengan tuhan, hal ini jelas salah, tetapi maksudnya adalah dengan berhasil mendidik dan membimbing tingkatan di atas, maka akan dapat menghasilkan pemahaman bagaimana mencapai karunia, hidayah dan keridhaan Allah Swt serta di beri pemahaman yang jelas dalam kehidupan ini.

5) Tingkatan Sifat Kedekatan, “Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.” (Q.S Ali Imran Ayat 68), apabila seseorang manusia dapat berhasil menerapkan serta bisa mengarahkan sifat buruknya kepada hanya kebaikan saja serta di ikuti dengan taat dan istiqamah padaNya, maka seseorang hamba tersebut dalam kehidupannya senantiasa dekat dengan Allah Swt, serta dapat memahami sejauh mana hakikatnya sifat baik, seperti apa itu sabar yang benar, apa itu syukur yang benar, apa itu tawadduk yang benar, apa itu keikhlasan yang benar yang mana keseluruhannya dapat di lepaskan dari sifat ria yang bisa menghancurkan ibadah.

6) Tingkatan Sifat Kesatuan, (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (Q.S Ali Imran Ayat 8), artinya ini bukanlah bersatu dengan Allah Swt, tetapi maksud sebenarnya adalah bersatu dalam sifat kebaikan yang di ridhai Allah Swt serta di ciptakan hanya bagi manusia yang beriman padaNya, demikianlah maksud kesatuan dalam hal ini, bukanlah kesatuan antara hamba dengan tuhannya sebagaimana banyak pemahaman para kaum sufi lainnya, tetapi BERSATU di sini adalah BERSATUNYA SELURUH SIFAT BAIK YANG DI CIPTAKAN OLEH ALLAH SWT PADA SESEORANG HAMBA, dengan bisa tercapainya hal ini, maka inilah karunia tertinggi bagi seseorang hamba yang di sayangi Allah Swt dari dunia hingga akhirat yang kekal kelak.

Demikianlah yang mesti di lakukan oleh umat manusia jika ingin mendapatkan kehidupan yang baik di akhirat kelak, taati perintah Allah Swt dan RasulNya, jauhi ibadah yang melanggar syariat Al-Qur’an dan Al-Hadist Rasulullah Saw yang shahih.

Posting Komentar untuk "KEIMANAN DAN PENGERTIAN BERSATU DENGAN SIFAT (HULUL)"