Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

PENGERTIAN ILMU FIQH

Fiqh menurut bahasa berarti paham atau pemahaman, seperti dalam firman Allah Swt : “Ainama takuunuu yudrikkumul mautu walau kuntum fii buruujimmutsayyadatin waintusibhum hasanatun yakuuluuhaadzihi min ‘indillahi wa’in tusibhum syayyi’atun yakuuluu haadzihi min ‘indika qul kullumin’indillahi famaali ha’ulaa’ilqaumila yakaa duna yafqahuuna hadiitsan.” Artinya : 78. “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan[319], mereka mengatakan : "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka di timpa sesuatu bencana mereka mengatakan : "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad).” Katakanlah : "Semuanya (datang) dari sisi Allah.” Maka mengapa orang - orang itu (orang munafik) hampir - hampir tidak memahami pembicaraan[320] sedikitpun?
[319] Kemenangan dalam peperangan atau rezeki.
[320] Pelajaran dan nasehat - nasehat yang di berikan.
Rasulullah :”Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya.” (H.R. Muslim, Ahmad dan Ad-Darimi).Ilmu pengetahuan tentang hukum - hukum syari’at yang di kenal juga Ilmu Fiqh adalah berkaitan dengan perbuatan, tata cara dan perkataan serta suatu pegangan hukum agama bagi yang sudah mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang di ambil sumber dan dalil - dalilnya bersifat terperinci dan jelas adalah sumbernya dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw (Hadist), serta para sahabat – sahabat dan ulama – ulama yang benar dan lurus yang di namakan dengan ijma’ dan ijtihad. Artinya setelah tiada di jumpai pada Al-Qur’an dan Sunnah, maka boleh saja sesuatu penetapan hukum suatu pokok masalah dalam agama melalui kesepakatan para ulama yang lurus dan benar serta teruji pemahamannya dalam agama serta taat dan wara’ dalam menjalankan perintah Allah Swt dan RasulNya. Hukum - hukum syari’at itu sendiri adalah hukum – hukum pokok dalam pelaksanaan kehidupan beragama dan berketuhanan, seperti seseorang ingin mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh, ataukah mubah, maka suatu keputusan hal ini adalah dengan di tinjau dari dalil - dalil pendukung yang ada serta sah, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist Rasulullah Saw, jadi hukum syari’at adalah hukum apa saja yang terkandung dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya yang berupa syarat - syarat, rukun – rukun, kewajiban - kewajiban, larangan – larangan berdasarkan nash dan sunnah Rasulullah Saw, inilah yang di namakan dengan syari’at atau fiqh.

Di antara keistimewaan fiqh Islam yang kita katakan sebagai dasar – dasar hukum - hukum syari’at yang mengatur perbuatan dan perkataan mukallaf, adalah memiliki keterikatan yang kuat dengan keimanan terhadap Allah Swt dan rukun - rukun aqidah Islam yang lain, terutama aqidah yang berkaitan dengan iman dengan hari akhir, yang demikian itu di karenakan keimanan kepada Allah Swt yang dapat menjadikan seorang muslim berpegang teguh dengan hukum - hukum agama, dan terkendali untuk menerapkannya sebagai bentuk ketaatan dan kerelaan, sedangkan orang yang tidak beriman kepada Allah Swt tidak merasa terikat dengan shalat maupun puasa dan tidak memperhatikan apakah perbuatannya termasuk yang halal atau haram, maka berpegang teguh dengan hukum - hukum syari’at tidak lain merupakan bagian dari keimanan terhadap dzat yang menurunkan dan mensyari’atkannya terhadap para hambaNya.

Jadi awalnya Islam seseorang sumbernya dari keimanan itu sendiri untuk menganut sesuatu ritual keyakinan berketuhanan, maka denganadanya keimanan ini makanya seseorang memasuki Islam melalui ucapan dua kalimah syahadat, setelah seseorang masuk Islam dengan mengucapkan syahadatain, maka sudah berkewajiban dia untuk melaksanakan perintah Allah Swt dan RasulNya berikut segala larangan – laranganNya selama menempuh kehidupan ini, untuk dapat kembali kepada kehidupan yang kekal di akhirat nanti, untuk mendapatkan kehidupan yang baik pada alam akhirat nanti sudah tentu persyaratannya ada, yaitu melaksanakan apa – apa yang di perintahkan dan menjauhi segala apa – apa yang di larangNya, nah, bagi umat manusia agar dapat mengetahui masalah – masalah peribadatan tersebut serta kewajiban dan laranganNya, maka Allah Swt menurunkan suatu tuntunan bagi manusia yaitu berupa wahyu atau firmanNya melalui para Nabi dan RasulNya sebagai penyampai dan penerangnya, segala aturan dan tata cara tersebut di istilahkan dengan syari’at atau fiqh, jadi bagi seseorang muslim untuk menjalankan kewajibannya tersebut tentu harus mempelajarinya, aturan ini sudah sangat lengkap di beri petunjuknya dalam Al-Qur’an, mulai dari thaharah, wudhu’, shalat sampai kepada ibadah haji dan umrah, mulai dari masalah iman kepada Allah Swt sampai kepada iman akan hari akhir (kiamat), semuanya sudah di atur dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai kelanjutan untuk keterangannya.

Sebagai contoh Allah Swt memerintahkan umat untuk bersuci dan menjadikannya sebagai salah satu keharusan dalam keimanan kepada Allah Swt, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Ma’idah Ayat : 6, yaitu :

6. “Hai orang - orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub, maka mandilah, dan jika kamu sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih), sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”

Sesuai dengan terjemahan surah di atas, di situ tampaklah bahwasanya jika akan beribadah kepada Allah Swt, misalnya shalat, maka wajib lebih dahulu berwudhu’, oleh Rasulullah Swt hal wudhu’ ini di tambahkan kesempurnaannya dengan kebersihan anggota badan dengan jalan yang di namakan dengan thaharah, dan sebelumnya jika buang air besar (berak) dan buang air kecil (kencing), maka sudah ada ketentuan aturannya yang di tunjukkan oleh Rasulullah Saw yaitu Istinja’, ini kegunaannya sebelum berwudhu’ maka lebih akuratlah hendaknya pembersihan jasmani (badan), barulah melangkah kepada wudhu’, jangan sehabis buang air besar dan langsung berwudhu’ tanpa beristinja’ lebih dahulu, jika sedemikian maka wudhu’nya adalah kurang sempurna atau secara garis besar dan secara zahir adalah kurang bersih.

Pengaturan hal – hal yang sedemikian keseluruhannya terhimpun kepada suatu pembelajaran atau disiplin ilmu, yaitu Fiqh (syari’at), maka pelajarilah dengan seksama keseluruhan tatanan aturan ibadah ini pada ilmu fiqh yang bertujuan untuk kesempurnaan ibadah kepada Allah Swt secara zahiriah (jasmani) dan secara nyata pada penerapan ibadah, sebab beribadah tanpa aturan yang telah di tetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul adalah sia – sia saja dan tidak akan di terima Allah Swt.

Begitulah seterusnya pada ibadah yang lain, keseluruhannya telah di atur dalam suatu rumpun ilmu syari’at ini berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang shahih, jangan keluar dari rel ini, jika ingin memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat serta untuk mendapatkan keridhaanNya.

Sekarang kita perhatikan kitab - kitab fiqh yang mengandung hukum - hukum syari’at yang bersumber dari Kitabullah dan sunnah RasulNya, serta ijma’ (kesepakatan) dan ijtihad para ulama kaum muslimin, maka kita akan menjumpai pada kitab - kitab tersebut terbagi menjadi tujuh bagian, yang kesemuanya membentuk satu undang - undang umum bagi kehidupan manusia, baik bersifat pribadi maupun bermasyarakat, yang mana perinciannya secara garis besar adalah sebagai berikut :

1) Hukum - hukum untuk tata cara beribadah kepada Allah Swt. seperti wudhu’, shalat, puasa, haji dan yang lain sebagainya, maka hal ini di sebut juga sebagai fiqh dasar beribadah kepada Allah Swt.

2) Hukum - hukum yang berhubungan dengan masalah kekeluargaan serta kemasyarakatan, seperti nikah, talaq, ruju’ nasab, persusuan, nafkah, fara’idh dan sebagainya, ini di sebut dengan fiqh umum dalam hubungan sesama manusia (hablumminannaas).

3) Hukum - hukum mengenai perilaku dan perbuatan manusia dan hubungan di antara sesama mereka, seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa, pengadilan dan lain sebagainya, di sebut dengan fiqh mua’amalah.

4) Hukum - hukum yang berkaitan dengan kewajiban - kewajiban pemimpin umat (chalifah atau kepala negara), seperti menegakkan keadilan, memberantas kedzaliman dan menerapkan hukum - hukum syari’at pada rakyat atau umat atau masyarakat, serta yang berkaitan dengan kewajiban - kewajiban rakyat yang di pimpin, maka di sebut juga dengan istilah ilmu fiqh syar’iah.

5) Hukum - hukum yang berkaitan dengan hukuman terhadap pelaku - pelaku kejahatan, serta penjagaan keamanan dan ketertiban umat manusia adalah seperti hukuman terhadap pembunuh, pencuri, pemabuk, dan yang lainnya, ini di sebut sebagai fiqih Al-'Ukubat.

6) Hukum - hukum yang mengatur hubungan negeri Islam dengan negeri lainnya, yang berkaitan dengan pembahasan tentang perang atau damai dan yang lainnya, namanya adalah hukum pada ilmu fiqh as Siyar.

7) Hukum - hukum yang berkaitan dengan akhlak dan perilaku, yang baik maupun yang buruk, maka hal ini di sebut dengan adab dan akhlak.

Demikianlah pembagian suatu keilmuan dalam Islam mengani rumpun fiqh atau syari’at Islam ini dengan hukum – hukumnya yang meliputi semua kebutuhan manusia dan memperhatikan seluruh aspek kehidupan pribadi dan masyarakat untuk mencapai keselamatan kehidupan di dunia dan akhirat kelak, sepanjang umat manusia mau dan patuh serta taat dalam menjalankan hal ini, maka keridhaan Allah Swt adalah anugerah baginya serta kebahagiaan yang abadi.

Semua hukum – hukum yang kita bicarakan di atas adalah terdapat dalam fiqh Islam dengan berdasarkan sumbernya dari sebagai berikut :

1) Al-Qur’an, Al-Qur’an adalah perkataan Allah Swt mengenai peraturannya bagi para makhluk ciptaanNya, yang di turunkan melalui Nabi-Nya yaitu Nabi Muhammad Saw untuk sebagai penerangan dan pencerahan bagi pemahaman hukum Allah Swt dalam Al-Qur’an tersebut, guna menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang, ia adalah sumber pertama bagi hukum - hukum fiqh Islam ini, jika kita menjumpai suatu permasalahan, maka pertamakali kita harus kembali kepada Kitabullah guna mencari dasar sumber hukum dan aturannya. Sebagai contoh : Bila kita di tanya tentang hukum minuman keras, judi, serta hukum mengenai syirik, maka jika kita merujuk kepada Al-Qur’an, maka kita akan menjumpainya dalam firman Allah Swt dalam Surah Al-Ma’idah Ayat : 90, dari situlah kita dapat kepastian bagaimana mengenai persoalan tersebut status hukumnya, apakah boleh atau tidak.

2) Sunnah Rasulullah Saw (Hadist), Sunnah yaitu semua yang bersumber dari Nabi Saw yang berupa perkataan, perbuatan atau persetujuannya dalam sesuatu perkara atau persoalan. Misalnya : Rasulullah Saw bersabda,”Tidak akan masuk syurga seseorang yang suka membuat fitnah.” Sudah jelas bahwasanya fitnah adalah sifat buruk dan di larang dalam Islam dan perolehannya adalah neraka jika tidak mau bertaubat. Syari’at ini adalah sangat keras anjuran Nabi Saw agar di ikuti dan jangan berbuat hukum atau aturan sendiri, umpamanya adalah shalat, Rasulullah Saw bersabda,”Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” Ini juga sudah jelas, janganlah kita membuat aturan atau mengada – ngada dalam cara mendirikan shalat, sebab Rasulullah Saw sudah mengajarkan dan mencontohkan cara shalat, jika kita tidak mau belajar bagaimana shalatnya Rasulullah Saw, maka besar kemungkinan akan terjadi perselisihan paham soal tata cara pelaksanaannya, maka ikutilah riwayat – riwayat yang shahih mengenai bagaimana sebetulnya shalatnya Rasulullah Saw, jangan asal shalat saja tanpa memahami bagaimana shalat yang benar berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Jika Rasulullah Saw melarang bagi laki – laki supaya jangan memakai cincin emas dan kain sutera, maka patuhilah, jika kita langgar juga maka sudah jelas kita sudah melanggar aturan hukum yang di buat oleh Rasulullah Saw, sementara hukum yang di buat oleh Rasulullah Saw berarti adalah mutlak juga hukumnya dari Allah Swt, jika di langgar, maka terimalah neraka sebagai balasannya.

3) Ijma’, maknanya ijma’ adalah : suatu kesepakatan hukum atau aturan dari seluruh ulama bagian dari umat Nabi Muhammad Saw dari suatu masa atas suatu hukum syari’at atau fiqh, dan jika sudah bersepakat ulama - ulama tersebut, baik pada masa sahabat atau sesudahnya, akan sesuatu hukum syari’at, maka kesepakatan mereka adalah namanya ijma’, dan beramal dengan apa yang telah menjadi suatu ijma’ hukumnya wajib untuk di ikuti, sebab mereka adalah ulama yang benar dalam menetapkan sesuatu persoalan. Dalil akan bolehnya hal tersebut untuk membuat suatu ijma’ adalah dari Rasulullah Saw berkata,”Bahwa tidaklah umat ini akan berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan, dan apa yang telah menjadi kesepakatan adalah hak (benar).” Dan juga hadist berikut ini, Nabi Saw bersabda : “Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan ummatku atau ummat Muhammad berkumpul (besepakat) di atas kesesatan.” Contohnya ijma’ para sahabat Ra adalah, bahwa kakek mendapatkan bagian 1/6 dari harta warisan bersama anak laki - laki apabila tidak terdapat bapak. Jadi ijma’ merupakan sumber rujukan ketiga setelah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw, jika kita tidak mendapatkan di dalam Al-Qur’an dan demikian pula sunnah, maka untuk hal yang seperti ini kita melihat, apakah hal tersebut telah di sepakati oleh para ulama muslimin, apabila sudah, maka wajib bagi kita mengambilnya sebagai dasar hukum.

4) Qiyas, maknanya yaitu, mencocokkan perkara yang tidak di dapatkan di dalamnya hukum syari’at dengan perkara lain yang memiliki nash yang sehukum dengannya, di sebabkan persamaan sebab dan alasan antara keduanya, pada qiyas inilah kita meruju’ apabila kita tidak mendapatkan nash dalam suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al-Qur’an, Sunnah maupun ijma’ ulama tadi, maka ini adalah merupakan sumber rujukan keempat setelah Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ Ulama.

Berdasarkan dari empat perkara inilah sesuatu hukum dalam syari’at di susun sebagai pedoman dan pegangan bagi umat muslimin dan muslimat dalam menjalankan perintah Allah Swt dan RasulNya selama hidup di dunia ini dan sebagai persyaratan untuk kehidupan akhirat nanti apakah dia masuk syurga atau neraka.

Qiyas juga mempunyai suatu persyaratan, yaitu :
1. Dasar atau dalil yang menyamai kedekatannya dengan sesuatu pokok masalah.
2. Hukum yang terdapat pada dalil tadi
3. Permasalahan yang akan di qiyaskan
4. Kesamaannya sesuatu sebab dan alasan antara dalil dasar hukum dengan masalah yang akan di qiyaskan.

Contohnya adalah Allah Swt mengharamkan khamer dengan dalil Al-Qur’an, sebab atau alasan pengharamannya adalah karena ia memabukkan, dan menghilangkan kesadaran, jika kita menemukan minuman yang memabukkan pada minuman yang lain dengan nama yang berbeda selain khamer, maka kita dapat membuat hukumnya dengan haram juga, sebab berdasarkan hasil analisa qiyas (pemikiran atau logika yang sehat) dari dasar pelarangan khamer tadi, sebab khamer tadi hasilnya adalah mabuk dan banyak mudharat lainnya, maka hukumnya haram, sebab atau alasan pengharaman khamer yaitu “memabukkan” terdapat pada minuman tersebut, jadi jika minuman lainnya juga berakibat yang sama maka menjadi haram sebagaimana pada hukumnya khamer tadi yang sebagai dasar dalilnya.

Demikianlah sekilas uraian apau itu ilmu fiqh atau syari’at yang dapat kita bicarakan di sini secara singkat, sebagai pembahasan utama dalam fiqh ini adalah thaharah atau bersuci (istinja’), maka hal ini lebih dahulu kita bicarakan dalam bulletin ini.

Posting Komentar untuk "PENGERTIAN ILMU FIQH"