Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

AIR MUSTA’MAL (AIR SISA)

Air musta`mal berarti air yang sudah di pakai, maksudnya yang telah di gunakan untuk bersuci (thaharah), misalnya untuk berwudhu`, mandi wajib (janabah) atau mencuci najis, sedangkan air yang telah di gunakan untuk mencuci tangan di luar wudhu', atau air yang telah di gunakan untuk mandi biasa yang bukan mandi janabah atau wajib, tidak termasuk di kategorikan sebagai air yang telah di gunakan (bukan air musta'mal). Mengenai masalah musta’mal air ini, terdapat variasi pendapat dari para ulama mazhab.

Menurut ulama Asy-Syafi`iyyah


1) Air sedikit (kurang dari 2 qullah) dalam suatu wadah yang telah di gunakan untuk mengangkat hadats dalam rukun thaharah. Air itu menjadi musta`mal apabila telah di pakai dengan niat untuk wudhu` atau mandi wajib, meski hanya dipakai untuk mencuci tangan yang merupakan sunnah dari wudhu`.

2) Air yang menetes dari anggota wudhu’ atau badan (setelah mandi wajib), apabila air ini masuk ke dalam wadah air yang kurang dari 2 qullah, maka akan “menular” ke-musta’mal-annya. Air musta`mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa di gunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi atau untuk mencuci najis, karena statusnya suci tapi tidak mensucikan.

Menurut ulama Al-Hanafiyah
Ulama - ulama mazhab hanafi berpendapat, bahwa air musta’mal adalah air yang suci namun tidak bisa mensucikan, penyebab ke-musta’mal-an air adalah karena air itu telah di gunakan untuk mengangkat hadats (wudhu` untuk shalat atau mandi wajib) atau untuk qurbah (sekadar untuk wudhu` sunnah atau mandi sunnah), tetapi secara lebih detail, menurut madzhab ini bahwa yang menjadi musta`mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah atau tempat air. Air yang membasahi tubuh adalah langsung tersentuh pada hukum musta`mal, karena saat dia menetes dari tubuh adalah sebagai sisa dari wudhu` atau mandi, sedangkan air yang di dalam wadah atau tempat air lainnya tidaklah menjadi musta`mal, sehingga tetap sah di gunakan untuk wudhu’ dan mandi janabah.

Menurut ulama Al-Malikiyah

Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah di gunakan untuk mengangkat hadats, baik itu setelah wudhu` atau mandi janabah, dan tidak di bedakan apakah wudhu` atau mandi itu adalah yang wajib atau sunnah, juga yang telah di gunakan untuk menghilangkan barang najis.

Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan bahwa yang musta`mal hanyalah air bekas wudhu’ atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang yang bukan dari yang tersisa dalam wadah.

Namun yang membedakan adalah bahwa air musta`mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan, artinya, bisa dan syah di gunakan untuk mencuci najis atau wadah, air ini boleh di gunakan lagi untuk berwudhu` atau mandi sunnah walau ada air yang lainnya meskipun dengan sifat yang kurang di sukai atau sebagai minimal dalam suatu persoalan hukum tentang ibadah.

Menurut ulama Al-Hanabilah


Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah di gunakan untuk bersuci dari hadats kecil (wudhu`) atau hadats besar (mandi janabah) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian, dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun baunya,
selain itu air bekas memandikan mayyit pun termasuk air musta`mal. Namun bila air itu di gunakan untuk mencuci atau membasuh sesautu yang di luar kerangka ibadah, maka tidaklah di katakan air musta`mal, seperti membasuh muka yang bukan dalam rangkaian wudhu’, atau mencuci tangan yang bukan dalam kaitan wudhu’, dan selama air itu sedang di gunakan untuk berwudhu` atau mandi, maka belum di katakan musta`mal, hukum musta`mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk wudhu’ atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu’ dan mandi lagi dengan air yang sama, barulah saat itu di katakan bahwa air itu musta`mal, madzhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta’mal yang jatuh ke dalam air yang jumlahnya kurang dari 2 qullah, maka tidak mengakibatkan air itu menjadi “Tertular” kemusta`malannya.

2 komentar untuk "AIR MUSTA’MAL (AIR SISA)"

Terimakasih atas kunjungan anda...